Jumat, 14 November 2008

Lahan Baru Bagi Kantor Akuntan Publik (KAP) (2)

Penggunaan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK meliputi dua hal yaitu penggunaan pemeriksa ditetapkan oleh BPK dan penggunaan pemeriksa ditetapkan oleh pihak selain BPK apabila diatur dalam ketentuan undang-undang, sebagai contoh penetapan KAP oleh Rapat Umum Pemegang Saham untuk BUMN yang berbentuk PT.

Jenis pemeriksaan yang dilaksanakan oleh pemeriksa dan/atau tenaga lain diluar BPK yang penggunaannya ditetapkan oleh BPK terdiri atas pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, atau pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Sedangkan jenis pemeriksaan yang dilakukan oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh pihak lain selain BPK adalah pemeriksaan keuangan.

Persyaratan

Untuk dapat melaksanakan tugas pemeriksaan keuangan negara, pemeriksa dan/tenaga ahli harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu (a) bagi pemeriksa dari lingkungan aparat pengawas intern pemerintah, harus memperoleh ijin atau persetujuan tertulis dari pimpinan instansi yang bersangkutan dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh BPK; (b) bagi akuntan publik, harus bekerja pada KAP yang memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan terdaftar di BPK; (c) bagi tenaga ahli, harus memiliki keahlian dan persyaratan yang ditentukan oleh BPK.

Hak dan Kewajiban

Pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang melaksanakan tugas pemeriksaan keuangan negara berkewajiban untuk melaksanakan pemeriksaan sesuai dengan Standar Pemeriksaan; mematuhi kode etik; dan mematuhi perundang-undangan yang menjadi dasar penugasannya.

Selain itu, pemeriksa dan/atau tenaga ahli yang penggunaannya (penugasannya) ditetapkan oleh BPK wajib menyampaikan seluruh hasil pemeriksaannya kepada BPK untuk direviu dan sepenuhnya menjadi hak milik BPK. Sedang akuntan publik yang ditunjuk berdasarkan ketentuan undang-undang wajib menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada BPK untuk dievaluasi dan dipublikasikan.

Bagaimana dengan hak-haknya? Pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang melaksanakan tugas pemeriksaan keuangan negara berhak memperoleh imbalan dan/atau penghargaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Imbalan tersebut dapat dibebankan pada anggaran belanja BPK dan/atau entitas yang diperiksa. Sedang penghargaannya dapat diberikan oleh BPK dan/atau presiden atas usul BPK yang ditetapkan dengan Keputusan BPK.

Menggusur auditor BPK?

Tentu saja jawabannya tidak samasekali. Kontrol penggunaan pemeriksa dan/atau tenaga ahli sepenuhnya ada ditangan BPK, kecuali untuk penunjukkan pemeriksa dan/atau tenaga ahli berdasarkan ketentuan undang-undang. Penentuan penggunaan pemeriksa diluar BPK tersebut dilakukan setelah BPK memperhitungkan jumlah auditor BPK sendiri dalam memeriksa keuangan negara. Setelah itu kekurangan tenaga pemeriksa yang ada dipenuhi dari luar BPK.

Selain itu untuk pemeriksaan pada BUMN, BPK akan menentukan terlebih dahulu BUMN yang akan diperiksa oleh BPK dengan memperhatikan ketentuan undang-undang, setelah itu BUMN diluar daftar yang akan diperiksa oleh BPK, akan diperiksa oleh KAP.

Jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Justru diharapkan dengan penggunaan pemeriksa dan/atau tenaga ahli diluar BPK, maka akan terjadi sinergi sehingga hasil dan cakupan pemeriksaan keuangan negara akan menjadi lebih optimal dan tata kelola keuangan negara yang bersih, transparan dan akuntabel akan segera terwujud.

 

Senin, 10 November 2008

Lahan Baru Bagi Kantor Akuntan Publik (KAP) (1)

Mulai sekarang KAP barangkali boleh merasa lega, lahan bisnisnya bertambah. Kalau sebelumnya KAP lebih banyak memeriksa laporan keuangan entitas bisnis, sebentar lagi sudah dapat memeriksa laporan keuangan entitas pemerintah. Hal ini dimungkinkan karena baru-baru ini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengeluarkan Peraturan BPK No.1 tahun 2008 tanggal 6 Maret 2008 tentang Penggunaan Pemeriksa Dan/Atau Tenaga Ahli Dari Luar Badan Pemeriksa Keuangan Daerah. Kemudian disusul dengan dua surat keputusan yaitu Keputusan BPK RI No.10/K/I-XIII.2/7/2008 tentang Persyaratan Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik yang Melakukan Pemeriksaan Keuangan Negara, dan Keputusan BPK RI No.11/K/I-XIII.2/7/2008 tentang Petunjuk Teknis Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Pemeriksaan Akuntan Publik atas Laporan Keuangan.

Sosialisasi ketiga peraturan tersebut telah dilaksanakan pada tanggal 3 dan 5 November 2008, bertempat di Gedung Pusdiklat BPK RI di Kalibata, Jakara dengan dihadiri oleh pejabat pemda, BUMN/BUMD, KAP serta pejabat dilingkungan BPK RI.

Latar Belakang

Jumlah objek pemeriksaan (obrik) atau entitas yang diperiksa oleh BPK memang cukup banyak dibanding jumlah auditor yang tersedia. Sejak otonomi daerah dicanangkan, jumlah pemerintah daerah bertambah menjadi 33 propinsi dan 434 Kabupaten/Kota. Belum lagi kalau ditambah dengan BUMN dan BUMD yang merupakan aset yang pengelolaannya dipisahkan dari aset yang langsung dikelola pemerintah.

Dengan jumlah obrik yang demikian itu wajar jika dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK menggunakan KAP yang bekerja untuk dan atas nama BPK.

Adapun dasar hukum penggunaan KAP dalam pelaksanaan tugas BPK adalah pasal 9 ayat (3) UU No.15 tahun 2004, dan pasal 9 ayat (1) huruf g UU No.15 tahun 2004, yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas pemeriksaan BPK dapat menggunakan pemeriksa dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.

...bersambung

Selasa, 04 November 2008

Lagi-lagi Kejaksaan Tercoreng

Belum lama kasus jaksa Urip Tri Gunawan (UTG) selesai proses pengadilannya, dengan vonis 20 tahun untuk UTG dan 5 tahun untuk Arthalyta, muncul berita yang mencoreng nama Kejaksaan dari Kab Boalemo,  Gorontalo. Berita tersebut berupa rekaman percakapan telepon antara Kajari Tilamuta, Ratmadi Saptondo, SH (RS)dengan salah satu staff Dinas Pekerjaan Umum (PU). Dalam rekaman percakapan yang telah diperdengarkan berulang-ulang di beberapa station TV Swasta tersebut, terdengar suara RS lagi marah-marah karena tidak mendapatkan "jatah" sesuai dengan yang diinginkannya. Bukan hanya itu, RS juga sempat mengatakan hal-hal yang menyinggung institusi Kepolisian.

Apa yang telah ditunjukkan oleh RS tersebut dengan meminta uang dengan cara menakut-nakuti (memeras), merupakan suatu praktek yang selama ini disinyalir ada namun sulit untuk dibuktikan. Ini seperti (maaf) bau kentut yang tidak kelihatan tetapi bau busuknya menusuk hidung, dan sulit untuk membuktikan siapa yang kurang ajar mengeluarkan gas busuk diantara keramaian banyak orang. Parahnya, praktek semacam itu di Kejaksaan, seperti yang telah dipercaya banyak orang (termasuk saya), bak fenomena gunung es. Yang tidak kelihatan atau tepatnya belum terungkap, jumlahnya jauh lebih banyak lagi. Jaksa yang berintegritas tinggi sudah menjadi minoritas dan barang langka.

Entah sudah separah apa ketidakadilan yang telah ditimbulkan oleh ulah jaksa-jaksa busuk, tidak ada seorangpun yang dapat mengukur, karena hal itu menyangkut hati dan nurani. Rasa ketidakadilan yang tertindas karena proses penuntutan yang substandard, akibat jaksa sudah "terkena rupiah"  sehingga keputusan hakim di pengadilanpun tidak didasarkan bukti yang maksimal, tidak bisa diukur secara kuantitatif. Yang pasti adalah keadilan sudah teraniaya.

Pertanyaan selanjutnya adalah mau diapakan oknum-oknum seperti itu? Kalau mau jujur sih menurut saya musnahkan..atau  basmi saja oknum-oknum busuk itu. Kejaksaan tidak perlu melindungi oknum busuk itu. Solidaritas terhadap anggota korps bukan untuk perilaku menyimpang terhadap peraturan perundang-undangan. Jadi jangan cuma hukuman disiplin, tapi PECAT DENGAN TIDAK HORMAT !! (mimpi kali ye..!)